DEWATOGEL – Gugup, panik, takut, berkeringat, hingga detak jantung yang berubah jadi cepat merupakan gejala kecemasan yang mungkin tak selalu disadari oleh beberapa orang.
Dalam kondisi yang sulit, kecemasan dan gejalanya tersebut ternyata merupakan hal yang normal dan sehat. Namun terkadang perasaan cemas pun bisa jadi hal yang berlebihan dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
“Jika kekhawatiran yang sehat dan kehati-hatian seseorang melewati batas dari apa yang ditentukan, itu bisa dianggap sebagai gangguan. Maka kemampuan orang tersebut untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari juga bisa ikut terganggu,” ujar profesor psikiatri dan Direktur Anxiety Disorders Program di Johns Hopkins School of Medicine, dr Una McCann dikutip Health, Kamis (16/6/2022).
Una menjelaskan, kecemasan dapat meningkat pada titik di mana seseorang akhirnya mengalami kesulitan untuk beraktivitas seperti tidak dapat melakukan pekerjaan, melakukan tugas rumah tangga, atau mengurus dirinya sendiri atau orang yang ia cintai.
Sehingga mengetahui apa saja sederet pemicu kecemasan dan cara mengatasinya pun menjadi penting. Di samping itu, ingatlah bahwa pemicu kecemasan dapat berbeda-beda bagi setiap orang.
Lalu, apa sajakah yang bisa jadi pemicu kecemasan? Berikut diantaranya.
1. Kondisi Kesehatan dan Fisik
Pemicu kecemasan yang pertama berkaitan dengan kondisi kesehatan dan fisik. Seperti rasa sakit di dada, ruam di kulit, dan sebagainya.
Menurut Una, kecemasan seringkali berasal dari kekhawatiran bahwa ada sesuatu yang salah dengan tubuh Anda. Gejala fisik tersebut memicu gangguan kecemasan hingga mengganggu fungsi sehari-hari.
“Setiap orang memiliki kekhawatiran tentang kesehatan mereka dari waktu ke waktu. Itu juga bergantung pada riwayat dan kepribadian orang itu sendiri,” ujar Una.
Bagi beberapa orang, kecemasan tidak datang dari kekhawatiran tentang diri mereka sendiri melainkan apa yang bisa terjadi pada orang yang mereka cintai.
“Orang mungkin khawatir tidak hanya tentang sesuatu yang terjadi pada anak-anak mereka, anggota keluarga dekat, atau teman. Tetapi juga tentang bagaimana mereka dapat mengatasi jika sesuatu yang buruk benar-benar terjadi,” kata Una.
Menurut Mayo Clinic, orang yang biasa Anda rawat atau paling dekat sehari-hari (caregivers) dengan Anda lebih mungkin menjadi pemicu kecemasan bagi Anda.
Uang menjadi salah satu alasan mengapa seseorang dapat memicu kecemasan. Hal tersebut lantaran uang sangat berkaitan dengan keberlangsungan hidup.
“Uang benar-benar sumber daya yang dapat memberi orang keamanan dan keselamatan,” ujar psikolog di New York City, Chloe Carmichael, PhD.
“Jadi ketika kita merasa bahwa sumber daya itu langka, orang dapat benar-benar merasa keberlangsungan hidup mereka berada dalam kondisi yang berbahaya,” tambahnya.
Beberapa stresor keuangan yang umum berkaitan dengan kekhawatiran tentang tabungan, keamanan kerja, gaji, kurangnya pengetahuan keuangan, utang, dan lain-lain.
4. Stimulan, Salah Satunya Kopi
Kopi dapat memperburuk kecemasan yang sedang dialami. Psikolog Women’s Health Center di Wooster Branch of Cleveland Clinic, Susan Bowling mengungkapkan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi lebih dari 200 miligram kafein (dua cangkir kopi) dapat meningkatkan kemungkinan kecemasan dan serangan panik pada orang yang sensitif terhadapnya.
“Efek alami kafein merangsang sejumlah sensasi, seperti jantung Anda berdetak lebih cepat, tubuh Anda memanas, tingkat pernapasan Anda meningkat – semua hal yang meniru kecemasan,” ujar Susan.
“Secara psikologis, sulit bagi pikiran Anda untuk mengenali bahwa ini bukan kecemasan karena gejala yang bisa muncul memang sama,” Susan menjelaskan.
Selain kopi, terdapat stimulan lainnya. Salah satunya adalah narkoba dan minuman beralkohol.
Selanjutnya, media sosial juga dianggap ikut berkontribusi dalam kecemasan seseorang. Penelitian terkait ini sempat dipublikasikan dalam National Library of Medicine.
Penelitian tersebut menemukan bahwa menggunakan empat atau lebih platform media sosial, berada di media sosial selama satu jam atau lebih per hari, mengunjungi situs media sosial 30 kali atau lebih per minggu, merasakan hubungan emosional yang intens dengan media sosial, dan/atau merasa seolah-olah Anda kecanduan menggunakan media sosial terkait dengan peningkatan risiko kecemasan.
“Anda tidak perlu untuk benar-benar menghilang dari media sosial. Namun bagi beberapa orang, melihat media sosial bisa menimbulkan kecemasan. Jadi jika itu masalahnya, maka Anda harus mulai membatasinya,” kata direktur Center for the Treatment and Study of Anxiety di University of Pennsylvania, Lily Brown.
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan munculnya istilah baru seperti Coronaphobia. Selama pandemi, banyak peneliti melihat bahwa kekhawatiran terkait COVID-19 telah menyebabkan tingkat kecemasan yang lebih besar.
Kecemasan tersebut dapat berasal dari ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya dalam pandemi, diharuskan untuk terus beradaptasi, dan mendengar tentang kematian yang terjadi akibatnya.
Mengontrol kecemasan bukanlah suatu hal yang mudah, namun masih ada beberapa upaya yang dapat Anda lakukan. Misalnya dalam hal kecemasan akibat media sosial, maka para ahli menyarankan untuk tak apa bila membatasinya.
“Bagi kita semua, dalam titik tertentu, suatu kekacauan memang dapat terjadi. Jadi, penting untuk lebih dulu memikirkan bagaimana kesiapan diri Anda untuk menghadapi itu dan menjaga diri Anda sendiri,” kata Lily.
“Sehingga ketika kekacauan itu benar-benar terjadi, Anda dapat merasa lebih tangguh dari dasarnya,” sambungnya.