Rupiah Diperkirakan Makin Merosot hingga Rp 16.200 per USD

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih berpotensi untuk melemah pada hari Kamis, 30 Mei 2024. Menurut analisisnya, meskipun mata uang rupiah cenderung fluktuatif, namun pada penutupan perdagangan sebelumnya, rupiah melemah sebesar 70 poin dalam kisaran Rp 16.150 – Rp 16.200 per dolar Amerika.

Ibrahim menjelaskan bahwa meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama antara Palestina dan Israel, dapat memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, risiko geopolitik perlu terus dipantau dengan cermat. “Setiap eskalasi dalam konflik tersebut dapat memicu volatilitas pasar keuangan, terutama karena adanya kekhawatiran akan kenaikan harga minyak yang berpotensi meningkatkan inflasi dan membuat pencapaian target inflasi semakin sulit,” ujarnya.

Ia berharap agar kondisi tersebut tidak terulang. Selain itu, potensi kenaikan harga minyak sebagai dampak dari eskalasi konflik juga dapat memperburuk defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama dengan masih adanya subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam struktur anggaran negara. Kekhawatiran ini muncul karena Timur Tengah merupakan salah satu sumber utama pasokan minyak dunia.

Berita bahwa militer Israel membantah melakukan serangan terhadap kamp tenda di sebelah barat Rafah juga memunculkan ketegangan baru. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa penembakan tank Israel telah menyebabkan sedikitnya 21 orang tewas di zona evakuasi sipil.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan akan terus memperkuat koordinasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, meskipun terjadi perlambatan ekonomi global akibat inflasi yang terus meningkat. BI juga berkomitmen untuk terus mengoptimalkan strategi kebijakan guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan demi mendukung pemulihan ekonomi.

Di sisi lain, data ekonomi AS dilaporkan lebih baik dari perkiraan pada kuartal pertama. Hingga saat ini, tidak ada indikasi penurunan signifikan di berbagai sektor seperti pasar tenaga kerja, yang menjadi sorotan pasar sebelum mengambil pandangan yang lebih negatif terhadap dolar Amerika.

Ibrahim menyoroti kekhawatiran bahwa inflasi akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama, yang memberikan dukungan bagi dolar AS. “Data pada hari Selasa menunjukkan bahwa kekhawatiran tentang inflasi masih ada, dan banyak rumah tangga memperkirakan tingkat suku bunga yang lebih tinggi tahun depan.”

Presiden Bank Sentral Federal Minneapolis, Neel Kashkari, menyatakan bahwa bank sentral AS harus menunggu kemajuan signifikan dalam penurunan inflasi sebelum memutuskan untuk menurunkan suku bunga, sambil juga membahas kemungkinan menaikkan suku bunga.

Meskipun data inflasi harga konsumen menunjukkan kenaikan harga yang lebih rendah dari perkiraan pada bulan April, harapan untuk penurunan suku bunga dari The Fed menjadi kurang pasti. Ibrahim menambahkan bahwa pejabat The Fed telah menekankan perlunya melihat kemajuan beberapa bulan ke depan sebelum mengambil keputusan terkait kebijakan moneter.